Sistem informasi manajemen atau SIM (bahasa Inggris: management information system, MIS) adalah sistem perencanaan bagian dari pengendalian internal suatu bisnis yang meliputi pemanfaatan manusia, dokumen, teknologi, dan prosedur oleh akuntansi manajemen untuk memecahkan masalah bisnis seperti biaya produk, layanan, atau suatu strategi bisnis. Sistem informasi manajemen dibedakan dengan sistem informasi
biasa karena SIM digunakan untuk menganalisis sistem informasi lain
yang diterapkan pada aktivitas operasional organisasi. Secara akademis,
istilah ini umumnya digunakan untuk merujuk pada kelompok metode
manajemen informasi yang bertalian dengan otomasi atau dukungan terhadap
pengambilan keputusan manusia, misalnya sistem pendukung keputusan, sistem pakar, dan sistem informasi eksekutif.
Dalam teori akuntansi dan organisasi, pengendalian intern atau kontrol intern didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud (seperti mesin dan lahan) maupun tidak berwujud (seperti reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang).
Adanya sistem akuntansi yang memadai, menjadikan akuntan perusahaan dapat menyediakan informasi keuangan bagi setiap tingkatan manajemen, para pemilik atau pemegang saham, kreditur dan para pemakai laporan keuangan (stakeholder) lain yang dijadikan dasar pengambilan keputusan ekonomi. Sistem tersebut dapat digunakan oleh manajemen untuk merencanakan dan mengendalikan operasi perusahaan. Lebih rinci lagi, kebijakan dan prosedur yang digunakan secara langsung dimaksudkan untuk mencapai sasaran dan menjamin atau menyediakan laporan keuangan yang tepat serta menjamin ditaatinya atau dipatuhinya hukum dan peraturan, hal ini disebut Pengendalian Intern, atau dengan kata lain bahwa pengendalian intern terdiri atas kebijakan dan prosedur yang digunakan dalam operasi perusahaan untuk menyediakan informasi keuangan yang handal serta menjamin dipatuhinya hukum dan peraturan yang berlaku.
Pada tingkatan organisasi, tujuan pengendalian intern berkaitan dengan keandalan laporan keuangan, umpan balik yang tepat waktu terhadap pencapaian tujuan-tujuan operasional dan strategis, serta kepatuhan pada hukum dan regulasi. Pada tingkatan transaksi spesifik, pengendalian intern merujuk pada aksi yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (mis. memastikan pembayaran terhadap pihak ketiga dilakukan terhadap suatu layanan yang benar-benar dilakukan). Prosedur pengedalian intern mengurangi variasi proses dan pada gilirannya memberikan hasil yang lebih dapat diperkirakan. Pengendalian intern merupakan unsur kunci pada Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) tahun 1977 dan Sarbanes-Oxley tahun 2002 yang mengharuskan peningkatan pengendalian intern pada perusahaan-perusahaan publik Amerika Serikat.
Dalam teori akuntansi dan organisasi, pengendalian intern atau kontrol intern didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud (seperti mesin dan lahan) maupun tidak berwujud (seperti reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang).
Adanya sistem akuntansi yang memadai, menjadikan akuntan perusahaan dapat menyediakan informasi keuangan bagi setiap tingkatan manajemen, para pemilik atau pemegang saham, kreditur dan para pemakai laporan keuangan (stakeholder) lain yang dijadikan dasar pengambilan keputusan ekonomi. Sistem tersebut dapat digunakan oleh manajemen untuk merencanakan dan mengendalikan operasi perusahaan. Lebih rinci lagi, kebijakan dan prosedur yang digunakan secara langsung dimaksudkan untuk mencapai sasaran dan menjamin atau menyediakan laporan keuangan yang tepat serta menjamin ditaatinya atau dipatuhinya hukum dan peraturan, hal ini disebut Pengendalian Intern, atau dengan kata lain bahwa pengendalian intern terdiri atas kebijakan dan prosedur yang digunakan dalam operasi perusahaan untuk menyediakan informasi keuangan yang handal serta menjamin dipatuhinya hukum dan peraturan yang berlaku.
Pada tingkatan organisasi, tujuan pengendalian intern berkaitan dengan keandalan laporan keuangan, umpan balik yang tepat waktu terhadap pencapaian tujuan-tujuan operasional dan strategis, serta kepatuhan pada hukum dan regulasi. Pada tingkatan transaksi spesifik, pengendalian intern merujuk pada aksi yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (mis. memastikan pembayaran terhadap pihak ketiga dilakukan terhadap suatu layanan yang benar-benar dilakukan). Prosedur pengedalian intern mengurangi variasi proses dan pada gilirannya memberikan hasil yang lebih dapat diperkirakan. Pengendalian intern merupakan unsur kunci pada Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) tahun 1977 dan Sarbanes-Oxley tahun 2002 yang mengharuskan peningkatan pengendalian intern pada perusahaan-perusahaan publik Amerika Serikat.
1. Meningkatkan Efektivitas dan
Efisiensi Pendayagunaan SDM
Yang
dimaksud dengan efektifitas dan efisiensi pendayagunaan SDM yaitu perencanaan
SDM harus dimulai dengan kegiatan pengaturan kembali atau penempatan ulang
(restaffing/replacement) SDM. Tujuan dari penempatan adalah agar setiap dan
semua SDM yang dimiliki bekerja pada jabatan atau pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuannya sehingga mampu memberikan kontribusi maksimal pada pencapaian
tujuan organisasi/perusahaan.
2. Meningkatkan Kecermatan dan
Penghematan Pembiayaan
Rekrutmen
dan Seleksi untuk menindaklanjuti Perencanaan SDM harus didahului dengan
melaksanakan promosi dan pemindahan jabatan, mempensiunkan dan memberhentikan
pekerja sesuai alasan masing-masing sehingga biaya- biaya yang berhubungan dengan
pengadaan tenaga kerja dapat
dihemat. Melalui ketepatan penempatan
ulang tidak akan terjadi penempatan yang keliru, sehingga tidak perlu
menyediakan pembiayaan untuk mengangkat atau menambah SDM dari luar.
3. Mendorong perilaku proaktif,
dan tidak reaktif
Melalui
perencanaan SDM yang baik, perusahaan atau organisasi dapat membangun
serangkaian tindakan yang responsif terhadap setiap dinamika perkembangan
bisnis yang ada. Hal ini dapat memacu SDM untuk dapat lebih proaktif namun
tidak reaktif terhadap operasional dan keputusan organisasi/ perusahaan.
4. Memastikan Terpenuhinya
Kebutuhan SDM yang Kompeten
Melalui
perencanaan SDM, proses penempatan pegawai yang kompeten dan tepat pada
posisinya akan dapat tercapai dengan lebih optimal karena perusahaan/ organisasi
telah mengenali dengan baik kualitas SDM yang dibutuhkan dan tersedia.
5. Mendorong terbangunnya Sistem
Informasi SDM yang Akurat
Sistem
informasi SDM yang akurat adalah salah satu elemen penting untuk mendayagunakan
kinerja organisasi atau perusahaan. Perencanaan SDM akan mampu mendorong
terbangunnya sistem informasi SDM yang handal dan akurat dan tentunya ini
sangat bermanfaat bagi perusahaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar